Pacific leaders declare climate crisis, demand end to coal

Source: RNZ

Pacific leaders have declared a climate crisis in the region and are demanding an end to coal mining.

The declaration was signed by several regional leaders at the Pacific Islands Development Forum in Fiji on Tuesday.

The declaration expresses grave concerns about the impacts the climate crisis will have on the Pacific.

In it, the Pacific Islands Development Forum called on governments of countries with high carbon emissions to stop hindering climate change efforts.

It also demands all coal producers immediately stop any new coal mining and phase out all existing production over the next 10 years.

The declaration asked the development forum’s 14-member states to immediately end subsidies on fossil fuel production.

Echoing 2018’s Boe Declaration from the Pacific Islands Forum, Tuesday’s declaration affirmed “that climate change poses the single greatest threat to the human rights and security of present and future generations of Pacific Island peoples”.

The move was welcomed by environmental non-profit 350.org, with founder Bill McKibben calling it a “very powerful manifesto”.

“The election, in the Pacific, of the government of Australia that continues to want to expand coal mines is a slap in the face to everyone else in that region and in the world,” he said in a videoed statement.

Bainimarama calls for concrete commitments to cut emissions

Meanwhile, Fiji’s prime minister said Pacific leaders should accept nothing less than concrete commitments to cut emissions at next month’s Pacific Islands Forum Summit.

Frank Bainimarama will be attending his first summit since 2008.

Fiji was suspended in 2009 in the wake of the 2006 coup and the abrogation of the then-constitution.

Mr Bainimarama had said he would stay away until New Zealand and Australia were no longer full Forum members.

In a speech at the Pacific Islands Development Forum – which was set up by Fiji after its suspension – Mr Bainimarama said the region cannot accept any watered-down commitments.

At last year’s forum, Australia was exposed as having attempted to water down a resolution that declared climate change the region’s greatest security threat.

Mr Bainimarama said the region needs greater commitments from the region’s bigger neighbours, hinting at Australia and New Zealand.

“Fiji and the Marshall Islands have already announced our intention to revise our own nationally determined contributions, and I urge this … membership to do the same and demand the same from the more developed economies, including and especially our large neighbours in the Pacific.

“We should accept anything less than concrete commitments to curb greenhouse gas emissions in line with the most ambitious aspirations of the Paris Agreement. We cannot allow climate commitments to be watered down at a meeting hosted in a nation whose very existence is threatened by the rising waters lapping at its shores.”

Frank Bainimarama
Frank Bainimarama Photo: RNZ / Koroi Hawkins


Inspirasi Perjuangan Black Brothers

Personel Grup Band Black Brothers, West Papua
Personel Grup Band Black Brothers, West Papua

Sewaktu pergerakan perlawanan dibawah tanah (dalam kota) yang diprakasai oleh budayawan Alm. Arnold Ap, para seniman sering berbicara sekitar pembangunan jiwa nasionalisme Papua atas generasi muda Papua. Dari sana lahirlah kedua icon perjuangan Papua, yaitu MAMBESAK dan BLACK BROTHERS.

Setelah kegiatan-kegiatan kedua group music mulai tercium oleh intelejen penjajah, maka Black Brothers ditugaskan oleh Markas Victoria dibawah pimpinan Jendral Seth J. Rumkorem untuk menyelundupkan kedua pelaku sejarah, yaitu Alm Bpk Eliezer Yan Bonay, dan Alm. Dirk Samuel Ayamiseba, masing-masing selaku Gubernur pertama dan Ketua DPRD-GR pertama.Mereka bersama group band itu menyelamatkan diri ke luar negeri, dan lebih banyak mengambil bagian dalam Gerakan Papua Merdeka. Dalam pengasingan di Belanda, OPM menugaskan Black Brothers utuk membangun basisnya di Vanuatu bersama Rex Rumakiek. Mereka telah berhasil membangun basis dan telah didirikan sejak tahun 1983 sampai dengan hari ini. Black Brothers juga punya asumbansi dalam memberikan dukungan lewat music untuk mendirikan negara Vanuatu.

Black Brothers , Group Band Inspirator

Lirik lagu-lagu itu terus mengalir dan terkenang di hati rakyat Papua sampai kini. Melodinya yang manis, filosofis, dan harmonis, adalah ciri khas dan gaya tersendiri. Black Brothers juga mengunakan instrumen tiup (brass-wind instrument) sehingga lebih berwarna selain itu dari sisi suara Ada vokalis utama, pemusik lain ikut membentuk suara latar. Itulah keunikan sehingga banyak orang Indonesia bahkan manca negara mengagumi. BB sangat unik dan senang didengarkan karena mereka memainkan banyak aliran music yakni; beraliran pop, rock, funky blues, Jaz, Reggae dan juga keroncong. Black Brothers layak dicatat di buku sejarah musik pop Indonesia. Sewaktu mereka berada di luar, mereka juga menyanyikan banyak lagu lirik dan nada dapat ditiru oleh artis lainya.

Penyanyi-penyanyi yang dihuni oleh orang-orang dari timur (manado, Ambon dan Papua) yang melandaskan gaya perjuangan baru dan mengharumkan nama Papua itu telah hilang satu persatu. Ada yang termakan usia, sakit dan juga karena dibunuh secara halus. Mereka adalah Hengky Sumanti Miratoneng, salah satu yang mendirikan Black Brothers pada tahun 1975 bersama Yohi Patipeiluhu (keyboard), Stevy Mambor (drummer), Amrey Kaha (saxophone), Agus Rumaropen (guitaris), Benny Betay (bassis).

Black Brothers adalah salah satu Group inspirator yang hidup dan menunjukan jati diri Bangsa Papua namun saat ini mejadi angan-angan bagi setiap musisi di Papua yang tidak mampu menciptakan dan melanjutkan perjuangan yang dilakukan Black Brothers. Banyak musisi saat ini yang terjebak dengan Programer Keyboard yang sangat miskin kreatifitas yang menciptakan individualismes dan sangat jauh dari kwalitas group music. Padahal musik adalah napas dalam jiwa yang terekam melalui panca indra yang kemudian di latunkan dalam sebuah syair dan instrument (makna filosofis). BB Mampu menerjemahkan jiwa dan napas bangsa Papua yang di masa tahun 1970-an di jajah melalui praktek kekuasaan Negara yang kejam melalui kebijakan-kebijakan yang beraroma Militerisme. Banyak makna dari setiap lirik BB yang menceritakan kebebasan, keadilan, dan kemanusian.

Perkembangan peradaban Musik merupakan ukuran suatu bangsa dalam melihat perkembangan masyarakat. Papua saat ini mengalami degradasi ( kemunduran ) kreativitas seni musik yang bisa di katakan parah, karena minimnya regenerasi. BB Cuma dijadikan sejarah dan cerita dari masa ke masa, namun tidak menjadi inspirasi bagi generasi Papua saat ini untuk membuat banyak group musik yang lebih hebat dari masa BB dulu. Inilah titik kemunduran generasi saat ini, banyak group musik yang muncul tetapi tidak mampu menciptakan performa musik sesuai dengan perkembangan budaya dan Zaman. Munculnya komunitas-komunitas musik baik tradisional maupun yang modern saat ini cenderung lebih meniru budaya bangsa lain( pemahaman sempit dalam meniru jenis/ aliran musik tertentu sperti;reggae, jazz, pop, blues, dll)

Minimnya ruang-ruang yang diciptakan oleh pencinta seni musik merupakan salah satu faktor terhambatnya kebangkitan peradaban musik di tanah Papua saat ini. Strategi membangun seni musik dalam sebuah Group band adalah kesadaran membangun suatu organisasi yang mempunyai program dan menghargai setiap individu yang ada didalamnya. Program tersebut lahir dari peradaban budaya dan perilaku perkembangan masyarakat Papua saat ini, sehingga akan muncul ide-ide kreatif dalam membuat syair/lirik dan menentukan jenis musik sehingga musik tersebut memiliki jiwa yang memberikan pesan-pesan kepada generasi berikut. BB dimasanya mampu menemukan bentuknya, Bagaimana dengan generasi saat ini?

[Source: Garda-P]

Kisah kehancuran Black Brothers

Masih akrab di telinga kita lagu-lagu lawas seperti ‘Kisah Seorang Pramuria’ dan ‘Mutiara Hitam’. Hits era 1970-an ini dipopulerkan oleh grup musik Black Brothers dari Tanah Papua.

Grup ini didukung sejumlah personil berbakat, yakni Benny Betay (bass), Jochie Phiu (keyboard), Amry Tess (trompet), Stevie MR (drums), Hengky Merantoni (lead guitar), Sandhy Betay (vokal), Marthy Messet (lead vocal), Agus Rumaropen (vokal) dan David (saxophone). Formasi grup ini juga dilengkapi dengan seorang manajer, Andi Ayamiseba untuk memudahkan mereka berkiprah secara profesional.

Kepiawaian Andy Ayamiseba memanej grup musik boleh diancungi jempol. Salah satunya adalah mengubah nama grup musik ini dari sebelumnya bernama Iriantos dan setelah hijrah ke Jakarta tahun 1976 namanya diubah menjadi Black Brother.

Kehadiran Black Brothers di ibukota cukup mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Banyak produser ternama yang mengikat kontrak dengan grup musik ini. Namun akibat disusupi agenda politik Papua merdeka Andy Ayamiseba pula, grup ini akhirnya lenyap dari blantika musik nasional kendati sempat tenar di Belanda dan Vanuatu. Inilah sekilas perjalanan Black Brothers di penghujung ketenarannya. Tahun 1978, dibawah bimbingan sang manejer, grup ini melakukan show di Kota asalnya di Jayapura.

Usai melakukan show di Kota Jayapura, mereka show ke negara tetangga Papua Nugini. Dan sekitar tahun 1980 mereka meminta suaka politik di Negeri Belanda. http://tabloidjubi.com/…/dari-iriantos-hingga-black-brothe…/ Tahun 1983 grup ini hijrah ke Vanuatu atas undangan pemerintah Vanuatu yang saat itu dipimpin Presiden Walter Lini dan Barak Sope. Konon, Black Brothers punya peran khusus dalam memberikan dukungan lewat musik untuk mendirikan negara di Pasifik Selatan itu. http://rastamaniapapua.blogspot.com/…/inspirasi-perjuangan-… 

Kedekatan Andy dengan Barak Sope membuat Andy ikut marasakan dampak kejatuhan Walter Lini dari kursi kepresidenan tahun 1988 akibat mosi tidak percaya dari rakyat Vanuatu. Ia dideportasi dari negara Vanuatu.

Group musik Black Brothers pun tercerai berai. Personilnya ada yang tinggal di Vanuatu dan sebagian lagi tinggal di Australia.

Beberapa di antaranya sudah meninggal dunia di negeri orang.

Catatan Admin Situs

Selalu berguna kita yang tertinggal dan generasi penerus belajar dari segala kelebihan dan semua kekurangan, segela cecita sukses dan sama-sama juga semua cerita kegagalan, karena hidup ini adalah perjuangan, dan guru terbaik dalam perjuangan ini ialah “pengalaman” itu sendiri.

Pada masa Jayanya, Black Brothers sanggup menaklukan blantika musik Indonesia yang dipenuhi para rocker

Anda penggemar berat BLAC KBROTHERS ., ANDA Harus tau ini

Jayapura, Jubi – Pada masa jayanya, Black Brothers sanggup menaklukan blantika musik Indonesia yang dipenuhi para rocker yang sedang membangun jati diri musik Indonesia. Corak musik yang dikembangkan Black Brothers menjadi pembeda dengan musik-musik lainnya yang sedang berkembang saat itu.

Black Brothers bukan hanya band yang numpang tenar di Indonesia maupun Pasifik. Black Brothers adalah ikon musik, ikon budaya, ikon perlawanan Papua.

Jika anda adalah seorang penggemar Black Brothers, anda perlu mengetahui 10 fakta tentang Black Brothers ini.

11– Selama aktif di blantika musik Indonesia, perusahaan rekaman Irama Tara telah merekam lagu-lagu Black Brothers dalam 11 album.
3 – Irama Tara merekam lagu-lagu hits Black Brothers dalam 3 album Lagu-lagu terbaik Irama Tara.
2 – Black Brothers menciptakan 2 lagu keroncong berjudul Kr. Kenangan yang diciptakan oleh Hengky MS dan Kr. Gunung Sicloop ciptaan Jochie Phu. Vokalis dalam dua lagu keroncong ini adalah Stevie Mambor, penabuh drum Black Brothers yang memiliki suara khas.
28 – Tanggal 28 Desember 1976, Black Brothers melakukan show pertamanya di Istora Senayan, Jakarta. Dalam show ini Black Brothers tampil bersama SAS, sebuah grup rock dari Surabaya.
1974 – Awal berdiri pada tahun 1974, Black Brothers menggunakan nama Band PDK. Mereka menggunakan nama PDK karena menggunakan alat band milik Dinas Pendikan dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
8 – Rumah no 8 milik orang tua Andy Ayamiseba, Dirk Ayamiseba di Jalan Lembah II Angkasa Indah, Jayapura. Di garasi rumah inilah Black Brothers memulai karir musiknya.
1983 – Yalikole, lagu berirama disko yang diciptakan oleh Black Brothers masuk dalam deretan lagu disko terbaik di Eropa pada tahun 1983.
9 – Black Brothers didirikan oleh 9 orang. Mereka adalah Andy Ayamiseba, Hengky MS, Benny Bettay, August Rumwaropen, Stevy Mambor, Yochi Patipeiluhu, Willem Ayamiseba, David Rumagesang dan Amri Kahar.
1976 – Dua tahun sejak didirikan, Black Brothers memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Di tahun 1976 ini, setelah bermukim di Jakarta selama beberapa minggu, Black Brothers mendapatkan kontrak pertama mereka untuk tampil di sebuah restoran.
4 – Setelah era Black Brothers mulai pudar, tercatat 4 grup band yang mencoba mengulang kesuksesan Black Brothers dengan menggunakan kata “Black” sebagai nama band mereka. Grup band ini adalah Black Papas, Black Sweet, Black Power, dan Black Family.

DISKOGRAPHI

Album :
1. Kisah Seorang Pramuria (Vol 1) Irama Tara.
2. Derita Tiada Akhir (Vol 2) Irama Tara.
3. Lonceng Kematian (Vol3) Irama Tara.
4. Hilang Irama Tara.
5. Nuru Aipani (lagu daerah Irian Jaya) Irama Tara.
6. Oh Inanekeke (spesial senam nonstop) Irama Tara.
7. Sajojo (spesial senam) Irama Tara.
8. Mula Wakeke (west Papua) Irama Tara.

Album The Best:
1. 14 Lagu Terbaik Irama Tara.
2. 22 Spesial Album Irama Tara.
3. Black Brothers (album Yuanita Budiman) Irama Tara. (*)

Sumber: Facebook.com

Black Brothers, Duta Rock dari Tanah Papua

Black Brothers
Black Brothers

Kisah band ini berkelindan dengan perjuangan kemerdekaan Papua. tirto.id – Dalam album Those Shocking Shaking Days:Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock and Funk 1970–1978 I (2011), “Saman Doye” dari band Black Brothers adalah lagu yang menonjol. Ia tak memakai lirik bahasa Indonesia atau Inggris, melainkan bahasa Papua.

Namun, semburan funk di lagu itu sama kencangnya dengan, katakanlah, “Shake Me” dari AKA, atau “Don’t Talk About Freedom” dari The Gang of Harry Roesli. Betotan bass yang kenes, suara sax yang tebal, desahan di awal lagu, mengeluarkan aroma funk nan tegas.

Pengamat musik Taufiq Rahman terpukau oleh “Saman Doye.” Ia terkesan karena tak menyangka di Papua tahun 1970-an ada band yang memainkan funk-rock sama baiknya dengan band funk yang berjaya di era 1960-1970-an, War.

“Mendengar intro poliritmis ‘Saman Doye’, saya seperti kembali ke Detroit era akhir dekade 1960-an dan berpikir kalau Black Brothers sebenarnya bisa menjadi superstar funk di Chicago atau L.A.”

Keheranan Taufiq beralasan. Mungkin hal itu juga menimpa banyak pendengar musik lain. Di era 1970-an, keriuhan musik rock kebanyakan berpusat di Jawa. Pada era itu muncul God Bless, AKA, The Rollies, hingga Giant Step. Namun, Black Brothers menjulang dari Papua.

Sejak akhir 1960-an, tanah Papua kedatangan militer Indonesia dalam jumlah besar. Ada banyak pertempuran terjadi antara militer Indonesia dengan warga Papua. Di sisi lain, militer Indonesia juga membuat band untuk mengisi waktu senggang. Baca Juga:

Semua Membela Papua

Dominggus A Mampioper dari Tabloid Jubi mencatat ada banyak band yang dibentuk oleh instansi. Angkatan Laut, misalkan, membentuk grup Varunas. Kodam Cenderawasih punya grup Tjenderawasih, sedangkan Acub Zaenak yang pernah menjabat Gubernur Papua 1973-1975, membentuk kelompok Band Pemda.

“Musik berkembang pesat di Papua. Ada beberapa nama dan grup band lokal yang bermain di klub malam, atau bar. Bahkan ada festival band yang memunculkan musisi Papua,” ujar antropolog Ibiroma Wamla.

Pada periode bersamaan, pemuda Henky Merantoni merantau dari Manado ke Biak. Ia pemusik yang punya jam terbang cukup tinggi. Pernah bermain di kapal Tampomas II, juga kapal Finish. Gitaris andal ini juga dikenal sebagai pencipta lagu ulung. Saat pindah ke Biak, lalu ke Jayapura, tak butuh waktu lama untuk bergabung dengan Iriantos.

Di Iriantos, Hengky berperan sebagai gitaris utama. Personel lainnya adalah Sandhy Betay (vokal), Marthy Messet (vokal utama), Agustinus Romaropen (gitar), Benny Betay (bass), Yohi Patipeiluhu (keyboard), Amry Kahar dan David Rumagesan (saksofon), dan Stevy Mambor (drum).

Dengan peran manajer lihai bernama Andy Ayamiseba, Iriantos pindah ke Jakarta untuk mengejar karier musik pada 1976. Berkat tangan dinginnya, beberapa pekan setelah tiba di Jakarta, mereka sudah mendapat kontrak bermain di sebuah restoran. Peran Andy juga makin penting saat mengubah nama band ini, dari Iriantos menjadi Black Brothers.

Setelah menambang jam terbang cukup banyak, Black Brothers dilirik oleh label rekaman Irama Tara. Di bawah label yang didirikan oleh Nyo Beng Seng itu, Black Brothers merekam album pertama mereka, Irian Jaya I. Di album ini juga ada lagu “Kisah Seorang Pramuria” yang diciptakan Hengky.

Menurut Ibiroma, album itu sempat mendapat kritik karena menampilkan lagu “Kisah Seorang Pramuria” yang sudah populer lebih dulu oleh The Mercys. Black Brothers dianggap mendompleng nama besar Mercys. Padahal lagu itu adalah ciptaan Hengky yang dibuat pada 1972. Saat itu

Hengky masih bermain dalam grup Galaxy’s 69 di Sorong. Hengky juga seperti punya ketertarikan dengan tema pramuria. Setidaknya ia membuat beberapa lagu dengan judul mengandung kata pramuria. Selain lagu tersohor itu, ada juga “Cinta dan Pramuria”, “Untukmu Pramuria”, “Doa Pramuria”, Balada Pramuria”, dan “Pramuria Tapi Biarawati.”

Di album perdana Black Brothers, ada beberapa lagu hits. Salah satunya adalah interpretasi ulang lagu daerah Papua, “Apuse”. Awalnya lagu ini bertempo lambat. Hingga di menit 1:20, saat gitar solo Hengky masuk, tempo berubah jadi ngebut. Funk dengan tenaga penuh! Diakhiri dengan sirkus sinkopasi antara gitar dan drum.

Salah satu momen penting dalam karier Black Brothers datang pada 28 Desember 1976. Atas inisiatif kelompok mahasiswa Papua di Jakarta, Black Brothers manggung bersama SAS, grup band pecahan AKA yang terdiri dari Soenata Tanjung, Arthur Kaunang, dan Syech Abidin. Dua band funk rock ini manggung di Istora Senayan.

Sepanjang karier, mereka membuat 8 album studio dan 3 album kompilasi lagu terbaik. Semua album dirilis oleh Irama Tara. Album kedua mereka, Derita Tiada Akhir (1977) melejitkan lagu “Hari Kiamat”. Sebagai kelompok band, mereka dikenal berani memasukkan tema yang tak lazim. Selain itu, mereka juga memainkan lagu keroncong, semisal “Keroncong Kenangan” atau “Keroncong Gunung Cyclop”.

“Mereka juga pernah menulis lagu tentang perang Vietnam, kelaparan di Ethiopia, perang Pasifik, juga tentang nuklir,” ujar Ibiroma.

Pada 1980-an, mereka pindah ke Belanda. Ada simpang siur tentang alasan kepergian mereka. Ada yang mengatakan mereka pergi untuk mencari suaka politik. Ada pula yang mengatakan mereka pergi untuk mengejar karier musik. Menurut Ibiroma yang beberapa kali menulis tentang Black Brothers, kepergian mereka lebih untuk mengejar karier.

“Kalau tekanan politik tidak mungkin. Mereka dapat izin manggung kok pada saat itu,” ujarnya.

Pengamat musik Denny Sakrie, dalam wawancara bersama Metro TV, pernah mengatakan kepergian itu amat disayangkan. Kepergian itu, membuat penggemar mereka di Indonesia kehilangan jejak Black Brothers. Tak tahu apa yang mereka buat di Belanda. “Sangat disayangkan, band yang punya prospek masa depan yang bagus, akhirnya menjadi hilang ditelan bumi. Karena visi politik yang lebih kuat,” kata Denny.

Baca Juga: Mengapa Papua Ingin Merdeka

Infografik Duta rock dari tanah papua

Selepas hijrah dari Indonesia, aspirasi politik Black Brothers memang lebih gencar disuarakan. Selepas tinggal di Belanda, mereka sempat berpindah ke Vanuatu dan Papua Nugini. Situs Discogs menyebut Black Brothers mempengaruhi banyak band-band muda di Papua Nugini. Begitu juga di tanah kelahiran mereka, Papua. Selepas Black Brothers, muncul band-band seperti Black Papas, Black Sweet, Black Power, juga Black Family.

Di luar Papua, mungkin tak banyak orang yang ingat Black Brothers. Lagu “Kisah Seorang Pramuria” pun lebih lekat dengan nama The Mercys. Namun di Papua, Black Brothers tetap dielukan. Menurut Ibiroma, Black Brothers adalah idola yang tidak tergantikan di Papua. Mereka menjadi duta besar rock untuk Papua. Meski ada banyak band baru bermunculan di Papua, belum ada lagi band rock yang sebesar dan seberhasil Black Brothers.

“Di sini, rap dan hip-hop punya akar musik. Tapi Black Brothers tetap nomor satu.”

Baca juga artikel terkait PAPUA atau tulisan menarik lainnya Nuran Wibisono (tirto.id – Musik)

Reporter: Nuran Wibisono

Penulis: Nuran Wibisono

Editor: Maulida Sri Handayani

Baca selengkapnya di artikel “Black Brothers, Duta Rock dari Tanah Papua”, https://tirto.id/cww1

Black Brothers, Band Legendaris Indonesia Asal Papua

Norman Duarte 212w | Trending

Black Brothers, Musik Legendaris Melanes dari West Papua
Black Brothers, Musik Legendaris Melanes dari West Papua

Jika kita mendengar kata ‘Papua’, yang terbayang adalah sebuah daerah yang dipenuhi hutan rimba, dengan peradaban yang tertinggal jauh serta kanibalisme. Sejarah kelam daerah ini pun menambah image gelap yang ada di dalam bayangan kita.

Tetapi Papua sebenarnya adalah sebuah daerah yang maju, dengan penduduk yang ramah, serta alam yang sangat indah. Papua tidak berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Yang membuat semakin kagum, ternyata Papua memiliki sebuah legenda yang mengharumkan nama mereka. Legenda itu bernama ‘Black Brothers’. Sebuah band berisikan anak muda Papua yang berdiri di tahun 70an di Jayapura.

Band ini menciptakan musik-musik keren yang penuh pesan perdamaian, cinta, dan harapan. Banyak sekali lagu mereka yang ngehits pada jaman itu, membawa mereka pada tingkat kepopuleran yang cukup tinggi. Bahkan mereka menjadi sangat terkenal di negara tetangga seperti Papua New Guinea.

Musik mereka merupakan campuran antara rock, pop, reggae, funk, dan etnis Papua. Gabungan ini menghasilkan sebuah aliran musik yang unik dan belum pernah terdengar sebelumnya di Indonesia. Bahkan mereka juga memainkan musik keroncong (tentunya dengan versi mereka sendiri) pada lagu “Keroncong Kenangan”.

Beberapa lagu pop mereka juga menjadi hits, seperti “Kisah Seorang Pramuria” yang kemudian di remake oleh band rock “Boomerang”. Lagu mereka yang berjudul “Saman Doye” di tahun 2011 masuk kompilasi “Those Shocking Shaking Days: Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock and Funk”bersama Koes Ploes, Aka, dll. Ada pula lagu mereka yang berjudul “Hari Kiamat” yang sempat dilarang oleh rezim orde baru karena menyindir perbedaan kelas sosial yang menyedihkan.

Lagu mereka tentang tim sepakbola kesayangan kota Jayapura, Persipura, dianggap sebagai salah satu pelopor dalam dunia persepakbolaan. Sampai saat ini, anak-anak kecil di Papua masih menyanyikan lagu ini padahal nama-nama pemain yang disebut di dalam lagu ini sudah berganti semua.

Grup yang terdiri dari Hengky MS (lead vocal/guitar), Yochie Pattipeilohy (organ), Benny Betay (bass guitar), David Rumagesang (terompet/rythm), Amry M. Kahar (saxophone) dan Stevie Mambor (drumer) ini melakukan hal yang sangat berani ketika di tahun 1979 mereka memprotes perlakuan pemerintah Indonesia terhadap Papua. Mereka kemudian menyatakan dukungan kepada gerakan Papua Merdeka dan pindah ke Vanuata serta Papua New Guinea. Sampai sekarang lagu-lagu Black Brothers tetap berkumandang di tanah Papua, menginspirasi banyak pemuda Papua dan Papua New Guinea untuk membentuk band yang sama kerennya.

Beberapa tahun yang lalu mereka sempat manggung di Jakarta atas prakarsa seorang pengusaha asal Papua. Rencananya mereka akan melakukan tour di beberapa kota di Indonesia.

Source: https://www.boombastis.com/

Healthy oceans vital to prosperity of Pacific communities

The Map of Melanesia
The Map of Melanesia

The intensifying pressure on the ocean is a challenge for Pacific Islanders, so it is vital that ‘climate issues’ are prioritised.

Under the topic ‘healthy oceans’ the biggest fear remains unseen as the ocean ecosystem and communities are being threatened.

“Certainly, the oceans are in trouble, for many years now they’ve been looking after us,” says Mr. Kininmonth, Head of Marine Studies at USP.

“They’ve absorb a lot of excess from climate change, they’ve absorb large amount of pollution and yet we’ve taken many fishes as we possibly can as if there’s no tomorrow.

“We continue to treat the ocean in a way which is lacking respect and the oceans are now showing signs of really being in a large quiet amount of trouble.”

Women face unprecedented crises given the role they play to gather food especially those within the coastal.

“When we talk about climate crises, issues such as what is happening with our ocean, the catastrophe of this nature exacerbates in social inequalities,” says Zakiyyah Ali, member of Project Survival Pacific.

Healthy oceans are vital to the prosperity of Pacific communities and the global ecosystem, yet are facing an unprecedented crisis with issues of over-fishing, marine pollution and coastal erosion exacerbated by climate change.

Maureen Penjueli, from Pacific Network on Globalization (PNG) highlighted activities of seabed mining in Papua New Guinea (PNG) as destruction to their lifeline.

The message on healthy ocean will likely be heard at the United Nations this year when Mr. Justin Hunter attends to present at the Blue Pledge climate week.

The topic ‘Healthy Oceans’ was the first of its kind co-hosted by the University of the South Pacific (USP), the World Bank and its sister organization the International Finance Corporation, Future Pasifika.

news@dailypost.vu

Source: Vanuatu Daily Post

PNG leader urges Australia and NZ responsibility on climate

Papua New Guinea’s prime minister says Australia and New Zealand must join his country in protecting Pacific islands from climate change impacts.

Papua New Guinea prime minister James Marape and wife Rachael (front) visit Australian ship-building company Austal in Perth, 23 July 2019 Photo: PNG PM Media
Papua New Guinea prime minister James Marape and wife Rachael (front) visit Australian ship-building company Austal in Perth, 23 July 2019 Photo: PNG PM Media

Papua New Guinea’s prime minister says Australia and New Zealand must join his country in protecting Pacific islands from climate change impacts.

James Marape has returned home after his first official visit to Australia, a six day-visit in which he met a range of officials from the prime minister to state governments.

Mr Marape told the Guardian that Australia had a moral responsibility to the upkeep of the planet, particularly given the extreme effects climate change is having on smaller Pacific nations.

He said the voices of smaller island nations must be listened to.

According to Mr Marape, Australia, New Zealand and PNG must shoulder some responsibility for the displacement of communities from the smaller regional countries caused by climate change.

He said he believed the bigger regional countries should lead the Pacific as a “bloc” of nations reconfiguring their economies to handle resource productions in a more environmentally and socially sensitive way.

Source: RNZ

FLNKS questions president’s role in saving New Caledonia’s nickel plant

New Caledonia’s pro-independence FLNKS has questioned the role of the president Thierry Santa on the commission tasked with saving the SLN nickel plant.

SLN’s ongoing losses have fuelled concern about the company’s viability and prompted the formation of a commission to rescue it.

In a statement, the FLNKS has queried if Mr Santa is there as a representative of the executive or as a politician of the anti-independence Future with Confidence coalition.

The FLNKS contends that there shouldn’t be a mixture because as president he is bound to represent the collegial government which includes ministers from the rival camps.

According to the portfolio distribution, Mr Santa is in charge of mining.

SLN’s parent company this week decided against invoking bankruptcy protections amid hopes that SLN can secure a cheaper electricity supply in order to return to profitability.

Source: https://www.rnz.co.nz

Fiji aims to reduce greenhouse gas from ships

Kelly VacalaMultimedia Journalistkelly.vacala@fbc.com.fj | @KellyFBCNews

Fiji has embarked on positive initiatives by championing the way forward for collaborations to reduce greenhouse gas from ships.

This was highlighted by the Minister for Transport Jone Usamate at the welcoming ceremony of the Secretary-General for the International Maritime Organization Kitack Lim at the Fiji Maritime Academy in Suva yesterday.

Usamate says the Government has introduced a number of national policies and strategies to address the issue of greenhouse gas.

He adds Fiji’s Presidency of the COP23 has also been significant for the Pacific in driving the plans for a low carbon maritime transport sector.

The Minister says similar strategies has been taken by the IMO in the adoption of its greenhouse gas emissions from ships and setting out a vision to phase out emissions from shipping in this century.

Secretary-General for the IMO Kitack Lim says the main threat to the Pacific is climate change.

Lim adds that after high level collaborations, the IMO adopted a first comprehensive and initial strategy on how to tackle climate change issues, which began in April last year.

Now they’re working on what kind of action plan should be taken on the initial strategies.

Source: https://www.fbcnews.com.fj

United Tribes of Melanesia!