Category Archives: Personal Stories

Inspirasi Perjuangan Black Brothers

Personel Grup Band Black Brothers, West Papua
Personel Grup Band Black Brothers, West Papua

Sewaktu pergerakan perlawanan dibawah tanah (dalam kota) yang diprakasai oleh budayawan Alm. Arnold Ap, para seniman sering berbicara sekitar pembangunan jiwa nasionalisme Papua atas generasi muda Papua. Dari sana lahirlah kedua icon perjuangan Papua, yaitu MAMBESAK dan BLACK BROTHERS.

Setelah kegiatan-kegiatan kedua group music mulai tercium oleh intelejen penjajah, maka Black Brothers ditugaskan oleh Markas Victoria dibawah pimpinan Jendral Seth J. Rumkorem untuk menyelundupkan kedua pelaku sejarah, yaitu Alm Bpk Eliezer Yan Bonay, dan Alm. Dirk Samuel Ayamiseba, masing-masing selaku Gubernur pertama dan Ketua DPRD-GR pertama.Mereka bersama group band itu menyelamatkan diri ke luar negeri, dan lebih banyak mengambil bagian dalam Gerakan Papua Merdeka. Dalam pengasingan di Belanda, OPM menugaskan Black Brothers utuk membangun basisnya di Vanuatu bersama Rex Rumakiek. Mereka telah berhasil membangun basis dan telah didirikan sejak tahun 1983 sampai dengan hari ini. Black Brothers juga punya asumbansi dalam memberikan dukungan lewat music untuk mendirikan negara Vanuatu.

Black Brothers , Group Band Inspirator

Lirik lagu-lagu itu terus mengalir dan terkenang di hati rakyat Papua sampai kini. Melodinya yang manis, filosofis, dan harmonis, adalah ciri khas dan gaya tersendiri. Black Brothers juga mengunakan instrumen tiup (brass-wind instrument) sehingga lebih berwarna selain itu dari sisi suara Ada vokalis utama, pemusik lain ikut membentuk suara latar. Itulah keunikan sehingga banyak orang Indonesia bahkan manca negara mengagumi. BB sangat unik dan senang didengarkan karena mereka memainkan banyak aliran music yakni; beraliran pop, rock, funky blues, Jaz, Reggae dan juga keroncong. Black Brothers layak dicatat di buku sejarah musik pop Indonesia. Sewaktu mereka berada di luar, mereka juga menyanyikan banyak lagu lirik dan nada dapat ditiru oleh artis lainya.

Penyanyi-penyanyi yang dihuni oleh orang-orang dari timur (manado, Ambon dan Papua) yang melandaskan gaya perjuangan baru dan mengharumkan nama Papua itu telah hilang satu persatu. Ada yang termakan usia, sakit dan juga karena dibunuh secara halus. Mereka adalah Hengky Sumanti Miratoneng, salah satu yang mendirikan Black Brothers pada tahun 1975 bersama Yohi Patipeiluhu (keyboard), Stevy Mambor (drummer), Amrey Kaha (saxophone), Agus Rumaropen (guitaris), Benny Betay (bassis).

Black Brothers adalah salah satu Group inspirator yang hidup dan menunjukan jati diri Bangsa Papua namun saat ini mejadi angan-angan bagi setiap musisi di Papua yang tidak mampu menciptakan dan melanjutkan perjuangan yang dilakukan Black Brothers. Banyak musisi saat ini yang terjebak dengan Programer Keyboard yang sangat miskin kreatifitas yang menciptakan individualismes dan sangat jauh dari kwalitas group music. Padahal musik adalah napas dalam jiwa yang terekam melalui panca indra yang kemudian di latunkan dalam sebuah syair dan instrument (makna filosofis). BB Mampu menerjemahkan jiwa dan napas bangsa Papua yang di masa tahun 1970-an di jajah melalui praktek kekuasaan Negara yang kejam melalui kebijakan-kebijakan yang beraroma Militerisme. Banyak makna dari setiap lirik BB yang menceritakan kebebasan, keadilan, dan kemanusian.

Perkembangan peradaban Musik merupakan ukuran suatu bangsa dalam melihat perkembangan masyarakat. Papua saat ini mengalami degradasi ( kemunduran ) kreativitas seni musik yang bisa di katakan parah, karena minimnya regenerasi. BB Cuma dijadikan sejarah dan cerita dari masa ke masa, namun tidak menjadi inspirasi bagi generasi Papua saat ini untuk membuat banyak group musik yang lebih hebat dari masa BB dulu. Inilah titik kemunduran generasi saat ini, banyak group musik yang muncul tetapi tidak mampu menciptakan performa musik sesuai dengan perkembangan budaya dan Zaman. Munculnya komunitas-komunitas musik baik tradisional maupun yang modern saat ini cenderung lebih meniru budaya bangsa lain( pemahaman sempit dalam meniru jenis/ aliran musik tertentu sperti;reggae, jazz, pop, blues, dll)

Minimnya ruang-ruang yang diciptakan oleh pencinta seni musik merupakan salah satu faktor terhambatnya kebangkitan peradaban musik di tanah Papua saat ini. Strategi membangun seni musik dalam sebuah Group band adalah kesadaran membangun suatu organisasi yang mempunyai program dan menghargai setiap individu yang ada didalamnya. Program tersebut lahir dari peradaban budaya dan perilaku perkembangan masyarakat Papua saat ini, sehingga akan muncul ide-ide kreatif dalam membuat syair/lirik dan menentukan jenis musik sehingga musik tersebut memiliki jiwa yang memberikan pesan-pesan kepada generasi berikut. BB dimasanya mampu menemukan bentuknya, Bagaimana dengan generasi saat ini?

[Source: Garda-P]

Kisah kehancuran Black Brothers

Masih akrab di telinga kita lagu-lagu lawas seperti ‘Kisah Seorang Pramuria’ dan ‘Mutiara Hitam’. Hits era 1970-an ini dipopulerkan oleh grup musik Black Brothers dari Tanah Papua.

Grup ini didukung sejumlah personil berbakat, yakni Benny Betay (bass), Jochie Phiu (keyboard), Amry Tess (trompet), Stevie MR (drums), Hengky Merantoni (lead guitar), Sandhy Betay (vokal), Marthy Messet (lead vocal), Agus Rumaropen (vokal) dan David (saxophone). Formasi grup ini juga dilengkapi dengan seorang manajer, Andi Ayamiseba untuk memudahkan mereka berkiprah secara profesional.

Kepiawaian Andy Ayamiseba memanej grup musik boleh diancungi jempol. Salah satunya adalah mengubah nama grup musik ini dari sebelumnya bernama Iriantos dan setelah hijrah ke Jakarta tahun 1976 namanya diubah menjadi Black Brother.

Kehadiran Black Brothers di ibukota cukup mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Banyak produser ternama yang mengikat kontrak dengan grup musik ini. Namun akibat disusupi agenda politik Papua merdeka Andy Ayamiseba pula, grup ini akhirnya lenyap dari blantika musik nasional kendati sempat tenar di Belanda dan Vanuatu. Inilah sekilas perjalanan Black Brothers di penghujung ketenarannya. Tahun 1978, dibawah bimbingan sang manejer, grup ini melakukan show di Kota asalnya di Jayapura.

Usai melakukan show di Kota Jayapura, mereka show ke negara tetangga Papua Nugini. Dan sekitar tahun 1980 mereka meminta suaka politik di Negeri Belanda. http://tabloidjubi.com/…/dari-iriantos-hingga-black-brothe…/ Tahun 1983 grup ini hijrah ke Vanuatu atas undangan pemerintah Vanuatu yang saat itu dipimpin Presiden Walter Lini dan Barak Sope. Konon, Black Brothers punya peran khusus dalam memberikan dukungan lewat musik untuk mendirikan negara di Pasifik Selatan itu. http://rastamaniapapua.blogspot.com/…/inspirasi-perjuangan-… 

Kedekatan Andy dengan Barak Sope membuat Andy ikut marasakan dampak kejatuhan Walter Lini dari kursi kepresidenan tahun 1988 akibat mosi tidak percaya dari rakyat Vanuatu. Ia dideportasi dari negara Vanuatu.

Group musik Black Brothers pun tercerai berai. Personilnya ada yang tinggal di Vanuatu dan sebagian lagi tinggal di Australia.

Beberapa di antaranya sudah meninggal dunia di negeri orang.

Catatan Admin Situs

Selalu berguna kita yang tertinggal dan generasi penerus belajar dari segala kelebihan dan semua kekurangan, segela cecita sukses dan sama-sama juga semua cerita kegagalan, karena hidup ini adalah perjuangan, dan guru terbaik dalam perjuangan ini ialah “pengalaman” itu sendiri.

August Rumwaropen Daughters: The Black Sistaz

Lea Rumwaropen, Petra Rumwaropen and Rosalie Rumwaropen
Lea Rumwaropen, Petra Rumwaropen and Rosalie Rumwaropen

Former Manager of the once famed Black Brothers Band of West Papua, Andy Ayamiseba, called me to go for an interview yesterday. I was excited because I was looking forward to hearing the conclusion of the ULMWP Summit at Owen Hall.

On my arrival I shook hands with him and he gave a mischievous smile and whispered, “Tambu (Tawi), I didn’t want to tell you over the phone but I really wanted you to interview The Black Sistaz”.

“Who?”, I asked confused, I had just finished a political interview.

“The Black Sistaz, the artists who are here for the Fes’Napuan to keep the legacy of the Black Brothers going.

“You know, they are the daughters of late prominent member of our Band, August Rumwaropen,” he explained.

I went, “Oh” and my memory suddenly raced back to those days when they were days.

I could see the athletic-looking young man in his bell-bottom hip hugging blue jeans, complete with Jim Kelly like hairdo and all. He walked and looked like he was a no nonsense guy. Of course that was history.

Indeed Lea Rumwaropen, Petra Rumwaropen and Rosalie Rumwaropen belong to this generation of artists. They could just as easily be mistaken for Black Americans.

In actual fact, The Black Sistaz cannot be compared with any band because they live in Melbourne Australia while their heart and soul is longing for freedom, to hover freely over the mountains of West Papua, longing for that day to take part in the decision making of the destiny of their beloved country.

So here they are to perform in Fes’napuan; to keep the legacy, the spirit of the Black Brothers through their music going. “This is our third Fes’napuan and we feel at home. This is our second home away from home”. Lea says.

“Our sister Petra was born here and we went to school at Vila North so coming back here is special to us because our father had a very special place in his heart for the people of Vanuatu especially in Vila and we want to keep his spirit alive.”

They have two brothers and their last born brother was five when their father passed away.

Asked about the songs they sing, Lea says, “Well we do our own songs but we also want to revive the Black Brothers music; to kind of modernize it and make it a little bit more upbeat”.

While they are female artists they believe their music is powerful to empower their Melanesian girls and generation to feel the heat of the fire that is burning deep within for freedom.

Source: http://dailypost.vu/

Andy Ayamiseba: To my beloved children and grandchildren

Senior OPM Andy Ayamiseba
Senior OPM Andy Ayamiseba

To my beloved children and grandchildren

I don’t have any wealth to pass it on when my time finally arrived as I am a FREEDOM FIGHTER living in exile during my entire presence on this planet, to free our beloved people and country WEST PAPUA.

However, I do hope that the LEGACY of my involvement in the struggle will be your precious asset to walk with your heads up if one day Our Master has decided that a new nation of West Papua is born.

Go back home to West Papua and contribute all your ex parties to develop our country and communities rather than living and begging for pithiness like 2nd class citizens in other people’s land.

This is my only will to pass on to all of you before it is too late to tell you. With all my love!!!

———
Oridek Ap Oom Andy, I am sure that you have showed them the way, don’t worry they will find their own way to contribute. Kores!
***
Frank A Makanuey Kk Andy Hormat
I am sadden to hear you say this, you speak as though you know you don’t have much time, and you speak as though you are preparing to leave our shores to a grander destiny beyond our shore.

Please do not think like that…

Truly indeed I am sadden.

I sense the determination, the conviction, the dream, but I do not detect the strength and energy.

Truly I am saddened.

I pray that you retire from all this, and I pray you dedicate your time to family and grand children.

If come to Port Moresby, we would sit and sing with you or for you

Kehancuran Black Brothers Akibat Agenda Politik

Kompasiana – Masih akrab di telinga kita lagu-lagu lawas seperti ‘Kisah Seorang Pramuria’ dan ‘Mutiara Hitam’. Hits era 1970-an ini dipopulerkan oleh grup musik Black Brothers dari Tanah Papua. Grup ini didukung sejumlah personil berbakat, yakni Benny Betay (bass), Jochie Phiu (keyboard), Amry Tess (trompet), Stevie MR (drums), Hengky Merantoni (lead guitar), Sandhy Betay (vokal), Marthy Messet (lead vocal), Agus Rumaropen (vokal) dan David (saxophone). Formasi grup ini juga dilengkapi dengan seorang manajer, Andi Ayamiseba untuk memudahkan mereka berkiprah secara profesional.

Personel Grup Band Black Brothers, West Papua
Personel Grup Band Black Brothers, West Papua

Kepiawaian Andy Ayamiseba memanej grup musik boleh diancungi jempol. Salah satunya adalah mengubah nama grup musik ini dari sebelumnya bernama Iriantos dan setelah hijrah ke Jakarta tahun 1976 namanya diubah menjadi Black Brother. Kehadiran Black Brothers di ibukota cukup mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Banyak produser ternama yang mengikat kontrak dengan grup musik ini. Namun akibat disusupi agenda politik Papua merdeka Andy Ayamiseba pula, grup ini akhirnya lenyap dari blantika musik nasional kendati sempat tenar di Belanda dan Vanuatu. Inilah sekilas perjalanan Black Brother di penghujung ketenarannya. Tahun 1978, dibawah bimbingan sang manejer, grup ini melakukan show di Kota asalnya di Jayapura. Usai melakukan show di Kota Jayapura, mereka show ke negara tetangga Papua Nugini. Dan sekitar tahun 1980 mereka meminta suaka politik di Negeri Belanda. http://tabloidjubi.com/2012/08/20/dari-iriantos-hingga-black-brothers/ Tahun 1983 grup ini hijrah ke Vanuatu atas undangan pemerintah Vanuatu yang saat itu dipimpin Presiden Walter Lini dan Barak Sope. Konon, Black Brothers punya peran khusus dalam memberikan dukungan lewat musik untuk mendirikan negara di Pasifik Selatan itu.http://rastamaniapapua.blogspot.com/2011/06/inspirasi-perjuangan-black-brothers.html Kedekatan Andy dengan Barak Sope membuat Andy ikut marasakan dampak kejatuhan Walter Lini dari kursi kepresidenan tahun 1988 akibat mosi tidak percaya dari rakyat Vanuatu. Ia dideportasi dari negara Vanuatu. Group musik Black Brothers pun tercerai berai. Personilnya ada yang tinggal di Vanuatu dan sebagian lagi tinggal di Australia. Beberapa di antaranya sudah meninggal dunia di negeri orang.

13714238071210740313

Namun Andy tak mau bergantung pada Black Brothers yang pernah dibesarkannya. Ia melenggang sendiri demi ambisi politiknya. Ia kembali ke Vanuatu tahun 1990-an setelah namanya dihapus dari daftar imigran terlarang di negeri itu. Ia melakukan beberapa kunjungan ke Vanuatu dengan dokumen perjalanan yang disediakan oleh pemerintah Australia. Kali ini tidak lagi berkaitan dengan urusan musik, tetapi untuk menjalankan agenda politiknya yaitu membujuk pemerintah Vanuatu mendukung gerakan kemerdekaan Papua Barat. Ia mengisi hari-harinya dengan usaha dagang eksport-impor dan terus menjalin hubungan dengan faksi-faksi pendukung Papua merdeka di Vanuatu.

Atas pelanggaran urusan dagang, Andy pernah dideportasi ke negara Kepulauan Solomon oleh pemerintah Vanuatu pada 9 Pebruari 2006. Namun pihak imigrasi Solomon menolak Andy masuk ke negera itu. Andy kembali dimasukan ke dalam pesawat yang kemudian mengantarnya ke Australia, namun Andy ditolak oleh pihak imigrasi Australia yang kemudian mengirimnya kembali ke Vanuatu tanggal 10 Pebruari 2006.http://www.paclii.org/journals/fJSPL/vol10no2/5.shtml Tahun lalu, tepatnya tanggal 14 Mei 2012 mantan manajer Black Brothers ini ditangkap karena melakukan protes kepada pemerintah Vanuatu tanpa izin yang sah. Andy memprotes kebijakan Pemerintah Vanuatu menjalin kerjasama latihan militer dengan pihak Indonesia. Andy menolak kedatangan pesawat militer Vanuatu yang membawa 100 unit komputer, sebagai bagian dari perjanjian kerja sama yang ditandatangani pemerintah Indonesia dan Vanuatu. Ayamiseba menilai tindakan ini telah mengabaikan dukungan rakyat Vanuatu terhadap hak penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat.http://politik.kompasiana.com/2012/05/17/aktivis-anti-indonesia-di-vanuatu-ditahan-463672.html Andy lahir di kota Biak, 21 April 1947 dari pasangan Dirk Ayamiseba dari Papua dan ibunya Dolfina Tan Ayomi keturunan Tionghoa. Ayahnya, Dirk Ayamiseba pernah menjadi Gubernur pertama di Papua dan Ketua DPRD-GR pertama. Sayangnya, ideologi Andy tidak sejalan dengan ayahnya yang sangat nasionalis. Andy memilih ikut berjuang bersama para aktivis Papua merdeka untuk melepaskan Papua dari NKRI. Hingga kinipun, upaya Andy itu terus dilanjutkan.

Dengan dukungan Barak Sope, Andy semakin intens terlibat bersama faksi-faksi pendukung Papua merdeka di Vanuatu. Kini Andy bersama lima rekannya sesama pengusung ideologi Papua merdeka telah dipilih mewakili Papua ke Noumea, ibukota negara New Caledonia menghadiri upacara pembukaan The 19th Melanesian Spearhead Group (MSG) Leaders Summit yang akan digelar Rabu, 19 Juni 2013 nanti. Andy tidak lagi membawa nama Black Brothers tetapi mengusung nama baru yakni West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL). Mengingat forum MSG itu adalah forum ekonomi negara-negara Melanesia, apakah Andy akan memanfaatkan WPNCL untuk memuluskan usaha dagang yang sedang dijalankannya? Hanya Andy Ayamiseba yang tahu, karena dialah yang empunya agenda itu….