Category Archives: Press Statements

Jenazah Stevie Mambor tiba di Manokwari

Manokwari, Jubi – Jenazah Stevie Mambor drummer legendaris Black Brothers pagi tadi tiba di Bandara Rendani pukul 06.00 WP,  disambut oleh ratusan warga bersama kerabat keluarga dan fans Black Brothers di Manokwari.

Usai prosesi penjemputan, jenazah Stevie Mambor diarak dengan iringan alunan musik seruling-tambur menuju rumah duka di Komplek Sanggeng Manokwari. Di rumah duka, juga dilakukan prosesi penyerahan jenazah dari panitia yang mengantar dari Canberra Australia kepada keluarga almarhum.

Benny Betay bassis Black Brothers yang ikut mengantar jenazah Stevie Mambor mengisahkan tentang kronologis wafatnya Stevi Mambor di salah satu Rumah Sakit Kristen yang berada di Canbera Australia pada hari Rabu, 18 April 2018 lalu sekira pukul 10.00 Waktu Canberra.

“Terakhir, dokter yang menanganinya (almarhum,red) mengatakan bahwa Stevie Mambor punya riwayat penyakit jantung, saat itu, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, dia sempat meminta secarik kertas dan pulpen, untuk menulis nomor telepon pribadi saya dan menyerahkan kepada dokter. Sesaat setelah itu, Stevie sudah tiada, dan pihak dokter pun menghubungi nomor yang diberikan dan saya sangat terpukul ketika mendengar kabar itu dan bergegas ke sana untuk melihat jenazahnya,” ujar Benny .

Soal keterlambatan pengiriman jenazah Stevie Mambor ke Manokwari, kata Benny, karena urusan administrasi kewarganegaraan.

“Pasalnya, Stevie sudah menjadi warga Negara Australia hampir 30 tahun, dan urusan administrasinya ke KBRI cukup panjang. Itulah sebabnya jenazah Stevie baru tiba hari ini di Manokwari,” ujarnya.

Benny menginformasikan bahwa sesuai kesepakatan pihak keluarga, jenazah Stevie Mambor akan dikebumikan pada hari Senin 14 Mei 2018, pukul 10.00 WP, di pekuburan Kampung Susweni Distrik Manokwari Timur. Saat ini jenazah Stevie Mambor masih disemayamkan di rumah duka milik Piter Mambor di Sanggeng. (*)

Reporter :Hans Kapisa
redaksionline@tabloidjubi.com
Editor : Edho Sinaga

Stevie Mambor: The Black Brothers drummer dies

,Stevie Mambor, Black Brothers Band Drummer
,Stevie Mambor, Black Brothers Band Drummer

Longtime Port Vila resident and former Manager of once famed Black Brothers Band, Andy Ayamiseba, has announced with sadness the passing away of legendary drummer of the band, Stevie Mambor, in Canberra, Australia this week on Wednesday April 18.

Stevie who is remembered by his friends in Port Vila for his Jim Kelly-like Afro-hair and self-defense prowess, has joined deceased members Hengky, August and David to await the soon return of the Lord. “Rest in peace all my brothers”, an emotional Ayamiseba said in his farewell message yesterday.

All ni Vanuatu diehard Black Brothers fans can rest assured that Stevie is not gone because his three daughters in ‘Black Sistaz’ are actively continuing their beloved dad’s journey through their music towards eventual freedom for West Papua.

West Papua’s Black Brothers message to PNG musicians: ‘Stay committed’

By PMC Editor – September 20, 2016

By Quintina Naime in Port Moresby

Black Brothers' Andy Ayamiseba ... advice for Papua New Guinea musicians on how to be successful. Image: Loop PNG
Black Brothers’ Andy Ayamiseba … advice for Papua New Guinea musicians on how to be successful. Image: Loop PNG

Local musicians in Papua New Guinea are encouraged to stay committed to what they do in order to succeed in their music careers.

Band manager and founder of the West Papuan group Black Brothers, Andy Ayamiseba, urges PNG musicians to always commit to their music and learn to sacrifice their time.

The group was in Papua New Guinea to perform at the Sir John Guise stadium in Port Moresby to celebrate the country’s 41st anniversary of independence celebrations on Friday.

Black Brothers is an eclectic band that was the most popular musical group in Papua New Guinea during the 1980s.

The band is known for hit songs back in the 1980s including Apuse, Permata Hatiku, Hari Kiamat, Terjalin Kembali, kerongcong kenangan, Anita and Wan Pela Meri.

Their music, sung in Tok Pisin, and originally in Bahasa Indonesia, included influences from reggae and political elements inspired by the Black Power movement.

Ayamiseba has been the band manager for more than three decades and says the secret to being successful is through commitment and hard work.

“You have to stay committed because music is a platform to express yourself.

‘Universal language’
“It’s like a universal language so you have to explore your feelings through music rather than having a big protest about an issue.

“Music is another medium to preach what you think,” Ayamiseba explains.

Black Brothers have toured more than 10 countries in Europe, Asia, Pacific Islands and Australia.

The reggae inspiration of the Black Brothers has influenced various other PNG and Pacific music groups.

Ayamiseba adds that artists face the challenge of piracy so it’s good for them to record under a recognised music label to protect their rights so nobody can pirate their creation.

The original Black Brothers band included Hengky Sumanti Miratoneng (vocals, guitar), Benny Bettay (bass), August Rumwaropen (lead guitar, vocals), Stevy Mambor (vocals, drums), Willem Ayamiseba (percussion) and Amri Kahar (trumpet).

The 16-member band in PNG to perform includes three original members and the Black Sisters.

Two of the original members, August and Sumanti, have died while Stevy Mambor could not make the tour due to health reasons.

The Black Sisters – Petronela, Rosalie and Lea Rumwaropen – are daughters of late August Rumwaropen and they performed alongside their uncles.

Quintina Naime is a Loop PNG journalist.

14qn_black_brothers 680wide
Black Brothers – and Sisters – at a photo session with PNG’s National Capital District Governor Powes Parkop (centre). Image: Tabloid Jubi English

EMTV: Black Brothers Return

EMTV – Present at Governor Parkop’s Conference today were members of the legendary band, Black Brothers.

They will perform at the Independence Anniversary Celebration featuring the Black Brothers Legends Come Home Concert at the Sir John Guise Stadium on Friday.

The last time the Black Brothers toured Port Moresby was in 1978, when the music industry in PNG was in its infant stages.

Yes, the Black Brothers are back in Port Moresby after 38 years.

Two of their original band members have since passed on, and this time around they are joined by their next generation called the Black Sisters.

Although they are here to celebrate PNG’s 41st Independence anniversary, Governor Parkop says they are also here to help inspire the music industry in PNG again.

Originally a West Papuan band, these days the membership includes those from Vanuatu as well as Australian-based members as well.

Original and current band manager, Andy Ayamiseba, said the band is looking to expand and include more members from Melanesian countries.

Braden Chin, Music Division Manager for CHM, said the Black Brothers were the inspiration behind the creation of the CHM Super Sound recording studio and label. Even the famous CHM logo, was motivated by the Black Brothers.

Mr Parkop said it was a concern that the number of artists recording at CHM has significantly dropped in the last 3 years. He said this was a reminder of our responsibility to our artists by stopping piracy and buying genuine recordings.

Andy Ayamiseba: Black Brothers Bukan Kelompok Musisi Biasa

Jayapura, 11/3 (Jubi)- Andy Ayamiseba, manajer Grup Band Black Brothers,  mengatakan Black Brothers bukan sekadar kelompok musisi biasa. Mereka memiliki visi dan misi utama untuk mengangkat martabat bangsanya yang selalu dibilang masih terbelakang.

“Misi dan visi yang kedua untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahterah serta yang ketiga dan maha penting adalah untuk membebaskan bangsanya dari segala bentuk penindasan oleh kaum penjajah,”katanya,melalui akun Facebooknya, belum lama ini.

Menurut Ayamiseba, misi itu bisa dibuktikan dengan karya-karya mereka  melalui syair lagu-lagu nya dan keputusan-keputusan yang diambil untuk meninggalkan ketenaran mereka di tanah airnya Indonesia. Bahkan, kemudian meninggalkan kontrak musik di EMI Holland dan akhirnya hijrah ke Vanuatu untuk menjalankan lobi OPM di kawasan Pasifik Selatan, termasuk PNG.

Para personel BB pun diseleksi berdasarkan potensi-potensi mereka secara individu agar produksi bisa mencapai hasil yang semaksimal mungkin. Jocky Phu, dijuluki si pena emas karena dia adalah penyair besar yang berwatak cinta damai dan keadilan. Kemudian, Hengky (alm) yang memiliki suara emas yang khas Black Brother dan sulit diganti oleh suara lain.

Sijari emas August Rumaropen (alm) dijuluki George Bensonnya Papua dengan watak halus dan rendah hati. Ada juga Benny pada bass dan Stevie si penabuh drum. Keduanya adalah tulang punggung rythm section-nya. Akhirnya David(Dullah) dan Amry yang menciptakan dandanan rythem musik BB. Paduan musik dan vokal mereka yang harmonis sesuai dengan melodi dan syair lagu-lagunya telah menembus nusantara dan Pasifik Selatan. Hal ini  membuat grup musik Black Brother melegenda di Pasifik Selatan, Indonesia,  dan Eropah dengan lagu Jalikoe.

“Saya selaku pendiri dan manajer sekaligus produser eksekutif supergroup ini sulit untuk mendapatkan musisi-musisi alam yang diberkati dengan talenta oleh Tuhan Yang Maha Kuasa seperti mereka. Saya sangat berterima kasih dan bangga karena diberkati dengan kesempatan untuk bekerja dengan group legendaris ini,”tulis Ayamiseba.

Lebih lanjut jelas Ayamiseba Black Brothers adalah suatu persembahan yang berpaduan antarwatak kepribadian talenta, seni, komitmen, dan inspirasi. “Semoga apa yang telah dirintis oleh musisi-musisi alam ini dapat dilanjutkan oleh generasi penerus demi suksesnya misi dan visi mereka,”harap pejuang Papua Merdeka di Vanuatu, Mr Andy Ayamiseba.

Grup Black Brother pertama kali tampil di Jayapura memakai nama Iriantos Primitive, menjelang persiapan show ke Papua New Guinea. Saat itu musisi dan artis-artis Papua bergabung dan berlatih serius guna tampil prima merayakan kemerdekaan Papua New Guinea(PNG)dirumah pribadi menejer Black Borthers Andy Ayamiseba. Sayangnya upaya mengembangkan misi kesenian Papua dan show musik ke negara tetangga PNG tak mendapat restu dari pemerintah pusat di Jakarta.

“Black Brothers pada awalnya bernama Iriantos Primitive. Saya bentuk grup ini untuk tur keliling ke PNG dengan grup tarian yang kemudian izinnya ditolak oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat,”katanya kepada tabloidjubi.com via Facebook.com belum lama ini.

Manajer Black Brothers ini mengaku pada usia yang ke 27 tahun, tepatnya pada 1974 sudah memimpin Group Band Black Brothers. “Setahun setelah izin ke PNG ditolak, saya membuat rencana baru untuk memenuhi visi dan misi tersebut lewat Jakarta. Demikianlah sejarah rekaman Black Brothers dimulai,”tulis Andy Ayamiseba.

Putra seorang mantan pejabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) Provinsi Irian Barat, mendiang Dirk Ayamiseba ini tampil sebagai pebisnis dan musisi di era 1960-1970 an. Andy Ayamiseba sudah bergabung dengan Group Band Varunas salah satu group band milik Angkatan Laut yang cukup terkenal saat itu.

Tim musisi kesenian Irian Jaya yang tergabung dalam Iriantos Primitive mempunyai anggota-anggota awalnya terdiri dari alm Mimi Fatahan mahir bermain musik Hawaian, Ricky Chaay vokalis, Corry Rumbino vocalis dan Musa Fakdawer vocalis. “Latihan musik dan tarian mengambil tempat latihan di garasi rumah milik Andy Ayamiseba di Angkasa Indah, Kota Jayapura,”kata Andy Ayamiseba.

“Varunas Band adalah band milik Angkatan Laut Daerah X dan saya sendiri adalah salah satu anggota dari Band Varunas sebagai slide gitarist,Danny Kadmaer (lead gitrais/vocalis);Herman(basist); Ringgo Kadmaer (drummer);Mulyadi (Keyboard/gitaris); brass section adalah anggota-anggota TNI A. Sedangkan penyanyi penyanyi adalah Bass Lanoh; Ricky Chaay; Marcel Siante alias Honda;dan Dolf Raharusun,”kata Andy Ayamiseba.

Group Band Varunas selalu berlatih di kediaman Panglima Daeral X, Commodore Indra Kusnaedi di Nirwana, Angkasa Kota Jayapura.Saat itu ada musisi Nani kadmaer, saudara tertua dari Ringgo, Nani tidak pernah menjadi anggota Grup Band Varunas.

“Sebelumnya Kadmaer bersaudara bergabung dalam Group Band Aneka Ria yang dikenal sebagai Koes Bersudaranya Papua. Dengan vocal harmonis yang luar biasa dari Danny dan Nany,”kenang Andy Ayamiseba saat bermain band di Kota Jayapura.

Bermodal sebagai musisi dan pengusaha yang memiliki usaha di bawah perusahaan bernama PT Bintuni Baru (BB). Manajer Black Brothers ini mulai menancapkan tajinya dalam musik dan lagu di blantika musik Indonesia. Rencana show ke Papua New Guinea bersama Iriantos Primitive tak mendapat ijin membuatnya melanjutkan misi musik ke Jakarta.

Pada 1976 pertama kali Black Brothers tampil di Senayan, sepanggung dengan SAS Group Rock Arthur Kaunang eks personel AKA Group. Show ini mampu membuat seisi stadion histeris dan group musik asal Papua ini berhasil menaklukan Jakarta. “Saat Hengky MS membawakan lagu Soldier of Fortune dari Deep Purple. Kontan seluruh penonton di Senayan histeris dan kagum kalau ada grop musik dari timur Papua,”kata Musa Fakdawer, salah satu musisi Papua yang juga tergabung dalam Iriantos Primitive.(Jubi/dominggus a mampioper)